Wednesday, 5 November 2014

PENTINGNYA KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN TELEMATIKA

Dalam suatu seminar teknologi informasi yang diselenggarakan pada tanggal 28 April 2004 di sebuah hotel berbintang di Jalan Kuningan, Jakarta Selatan, seorang peserta mengajukan pertanyaan yang tergolong usang, tapi mendasar. Peserta tersebut mempertanyakan bagaimana kabar beritanya konsep infrastruktur telematika Nusantara-21 yang pernah digagas pemerintah di zaman orde baru dulu. Pertanyaan dalam seminar yang diadakan oleh Ikatan Alumni Lemhanas (IKAL) beserta beberapa perusahaan IT tersebut ditujukan kepada Deputi Kantor Meneg Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Cahyana Ahmadjayadi yang dikalangan praktisi telematika dikenal dengan pembuat konsep Sistem Informasi Nasional (Sisfonas) sebagai langkah baru pengembangan infrastruktur telematika saat ini. Pertanyaan itu dikatakan serius karena dua hal. Pertama, pertanyaan peserta tersebut cukup tajam dan jeli melihat perkembangan telematika yang saat ini dirasakan masih belum maksimal karena belum sinkronnya penyediaan infrastruktur informasi dan aplikasinya. Kedua, ternyata masih ada yang penasaran dan memperhatikan perjalanan panjang telematika Indonesia dengan mempertanyakan dua konsep infrastruktur yang berbeda dengan tujuan sama. Singkat kata, selain menggugat perlunya integrasi kebijakan infrastruktur dengan kebijakan aplikasi peserta tersebut sekaligus mempertanyakan faktor kelembagaan dan produknya dalam pengembangan telematika nasional.

Memang faktor kelembagaan atau institusi merupakan salah satu kelemahan yang ada dalam pengembangan telematika saat ini. Urusan infrastruktur telekomunikasi dan berbagai kebijakan pengembangannya masih menjadi tanggung jawab Ditjen Pos dan Telekomunikasi (Postel), Departemen Perhubungan. Sementara berbagai aktivitas pengembangan aplikasi dan strategi pemanfaatan IT, Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan lain-lain, menjadi kewenangan Kominfo yang sekaligus menjadi Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI). Padahal secara konseptual, telah terjadi konvergensi antara telekomunikasi, IT, multimedia dan penyiaran yang semakin sulit untuk dikotak-kotakan.

TKTI: revisited.
TKTI pertama kali secara formal dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 30/1997 yang intinya berisikan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kemampuan telematika nasional. TKTI pada waktu itu diketuai oleh Menteri Koordinasi Bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis). Adapun anggotanya meliputi 11 Kementerian yang terkait dengan tujuan TKTI. TKTI betugas antara lain: (a) merumuskan kebijaksanaan pemerintah bidang telematika; (b) menetapkan pentahapan dan prioritas pembangunan serta pemanfaatan telematika; (c) melakukan pemantauan dan pengendalian atas penyelenggaraan telematika; dan (d) melaporkan perkembangannya kepada Presiden.

Mendahului keluarnya Keppres tersebut, kerja keras dan berbagai rapat koordinasi terus dilaksanakan yang diikuti oleh pemerintah yang dimotori oleh Staf Menko Prodis, Ditjen Postel, Depdagri, Bappenas, Depperindag, Depkeu dan instansi terkait lain, serta praktisi telekomunikasi di BUMN seperti PT. Telkom, PT. Indosat, PT. INTI, pihak swasta nasional dan Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) yang didukung oleh berbagai Asosiasi industri telekomunikasi. Ketika itulah dilahirkan konsep Nusantara-21 seperti tercantum dalam buku Gambaran Umum Pembangunan Telematika Indonesia (Edisi II, 1998) yang secara garis besar memiliki tiga sasaran untuk menyediakan prasarana informasi yang meliputi: (a) Adi Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway); (b) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (c) Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara (Nusantara Multimedia Community Access Center). Sayangnya konsep ini sudah tidak terdengar lagi seiring pergantian pemerintah dan kendali organisasi TKTI pada tahun-tahun berikutnya.

Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) sudah mengalami pergantian empat kepala negara - tahun ini yang kelima - dan hampir sepuluh kali perubahan struktur kabinet sejak dibentuk melalui Keppres no 30 tahun 1997. Setelah dari Kantor Menko Prodis, TKTI diatur dari Kantor Menteri Koordinasi Ekonomi Keuangan dan Pengawasan Pembangunan (Menkoekuwasbang). Pada awal masa kerja Kabinet Pembangunan VII Presiden Soeharto telematika diurus dari Kantor Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri/Ketua Bappenas (Menko Ekuin/Ketua Bappenas). Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, maka telematika kembali “menggeliat”. Berbagai berbagai aktivitas telematika sudah mulai berjalan di bawah koordinasi Kantor Menteri Penertiban Aparatur Negara (Menpan) yang merupakan Ketua Pelaksana Harian TKTI. Namun karena sifatnya yang hanya koordinatif dan adhoc dimasa lalu, maka kinerja TKTI belumlah dirasakan maksimal oleh pihak swasta dan masyarakat.

Bentuk, fungsi dan organisasi TKTI kembali diperbaharui melalui Keppres 50/2000 yang menugaskan Kominfo sebagai pengendali pengembangan telematika nasional. Beberapa produk penting telah dihasilkan dalam periode ini. Bappenas berkerjasama dengan Universitas Indonesia telah merumuskan NITF yang laporan akhirnya telah disampaikan kepada Bank Dunia dan TKTI sekitar bulan Februari 2001 (www.bappenas.go.id - KTIN). Dalam NITF pengembangan blue print dan milestone telematika dibagi kedalam beberapa framework yaitu basic framework, institutional framework, financial framework dan regulatory framework. Berbagai tujuan, konsep dan strategi pengembangan telematika serta waktu pelaksanaannya telah dirinci dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat telematika nusantara yang berbasiskan ilmu pengetahuan di tahun 2020. Pada akhir April 2001, TKTI berhasil pula merumuskan konsep pengembangan dan pemberdayaan telematika seperti diuraikan dalam Inpres 6/2001 berikut Action Plan yang dibuat secara bersama-sama dengan berbagai instansi terkait, termasuk swasta dan massyarakat telematika. Namun sebagaimana halnya dengan Nusantara-21, semua konsep di atas juga sudah tidak terdengar lagi gaung dan tindak lanjutnya.

Kemudian pada awal tahun 2003, Keppres baru kembali diterbitkan tentang TKTI yaitu Keprres No. 9/2003. Kali ini TKTI diketuai langsung oleh Menteri Negara Kominfo beranggotakan 7 pejabat lain setingkat Menteri.

Infrastruktur Telekomunikasi

Sudah sering dibahas bahwa terbatasnya infrastruktur telekomunikasi dan kurangnya kebijakan yang mendorong investasi masih menjadi kendala utama pengembangan telematika nasional. Rumitnya penyediaan infrastruktur telekomunikasi telah dibahas sebelumnya. Dari sisi regulasi dan kebijakan makro, International Telecommunication Union (ITU) dalam World Telecommunication Development Report, 2002 telah memberikan kunci untuk melihat tingkat keberhasilan reformasi sektor telekomunikasi. Ada tiga hal utama yang menjadi ukuran, yaitu (a) partisipasi swasta; (b) kompetisi; dan (c) regulator independen.

Sayangnya untuk negara sebesar Indonesia yang pernah berprestasi cukup baik di sektor telekomunikasi, termasuk satelit, ketiga indikator tersebut secara umum mengalami penurunan. Partisipasi swasta sejak dihentikannya Kerja Sama Operasi (KSO) untuk sebagian besar wilayah kerjasama, “nyaris tidak terdengar”. Pembangunan telepon tetap yang dilaksanakan oleh Telkom dan Indosat dalam skala relatif kecil, dapat dikatakan stagnan. Sampai saat ini belum terlihat lagi langkah terobosan dalam hal pengikutsertaan swasta untuk membangun fasilitas telekomunikasi, khususnya telepon tetap. Kalaupun ada, investor lebih melirik kepada jenis jasa telekomunikasi lain seperti telepon seluler dan jasa nilai tambah lainnya.

Kompetisi penyelenggaraan telekomunikasi juga tidak terjadi. Duopoli telekomunikasi oleh Telkom dan Indosat masih belum mampu memberikan hasil kompetisi yang ditunggu-tunggu masyarakat, yaitu kemudahan dan murahnya tarif. Malah sebaliknya Telkom pada 1 April 2004 menaikkan tarif lokal yang diperkirakan berdampak cukup luas dalam pengembangan dan pemanfaatan telematika untuk sektor riil. Singkat kata, kompetisi sebagai kunci keberhasilan reformasi sektor telekomunikasi juga tidak terjadi. Duopoli atau bahkan “tripoli” dalam berbagai prakteknya di negara lain umumnya memang terbukti gagal membawa berbagai perbaikan seperti penurunan tarif, menambah pilihan bagi konsumen ataupun memacu inovasi. Pengalaman duopoli British Telecom dan Mercury ditahun 1980-an memperihatkan hal yang sama dengan duopoli Telkom dan Indosat saat ini. Penambahan fasilitas telekomunikasi di Inggris baru terjadi pada 1990-an setelah dibukanya kesempatan bagi operator Cable TV untuk menyelenggarakan jasa telekomuniasi. Sedangkan faktor ketiga yaitu regulator independen, juga belum menggembirakan. Jika dilihat dari sisi pertanggungjawaban, organisasi, dan sumber pendanaan, maka Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang terbentuk berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan tahun 2003 yang lalu belumlah tergolong independen. Hal ini memang diakui oleh Menteri Perhubungan Agum Gumelar, bahwa BRTI yang ada sekarang adalah bentuk peralihan menuju badan regulasi yang betul-betul independen nantinya.

Kelembagaan pengelola telekomunikasi dari dulu juga mengalami banyak perubahan. Pada awal orde baru urusan telekomunikasi berada dibawah Departemen Transportasi. Memasuki Pelita IV, telekomunikasi kemudian diurus dalam Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel). Selanjutnya hingga saat ini telekomunikasi kembali digabungkan dengan Departemen Perhubungan. Namun dari berbagai perubahan departemen yang terjadi, ada satu hal yang tetap, yaitu kondisi bahwa telekomunikasi secara teknis diurus secara “berkelanjutan” dibawah Ditjen Postel. Terjadinya semacam ekslusivisme dilingkungan Ditjen Postel ini memang bertendensi menyulitkan pembinaan dari Departemen yang juga harus berkonsentrasi kepada masalah perhubungan dalam negeri. Hal ini tercermin dari kuatnya arus penentangan berupa pernyataan bersama karyawan Ditjen Postel yang menolak rencana penggabungan pada masa awal pembentukan Kabinet Gotong Royong dulu.

What Next?

Memperhatikan kondisi reformasi sektor telekomunikasi di Indonesia dan rencana pengembangan telematika yang masih jauh dari harapan, kiranya menjadi tantangan sangat berat dikemudian hari untuk menyiapkan suatu lembaga - berupa departemen teknis atau lembaga non departemen - yang mampu memperbaiki situasi ini. Hal ini semakin diperlukan mengingat dampak globalisasi yang semakin menuntut pengembangan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (Knowledge Based Economy-KBE), bukan lagi mengandalkan sumber daya alam semata.

Sudah sepatutnya berbagai komponen bangsa dibawah pemerintahan baru terpilih nanti untuk bersatu memulai paradigma baru pengembangan ekonomi yang ditunjang oleh kemajuan dibidang telematika. Karena itu faktor kelembagaan menjadi sangat penting. Kiranya dalam pemerintahan mendatang dapat diwujudkan suatu departemen teknis atau suatu badan yang menyatukan KBE, infrastruktur telekomunikasi, dan rencana pengembangan IT. Singkat kata, sudah waktunya dilaksanakan peleburan instansi yang mengurusi telekomunikasi dengan instansi yang mengurusi IT. Perlu diingat, infrastruktur dan aplikasi barulah merupakan dua komponen. Masih ada beberapa komponen lain yang tidak kalah pentingnya antara lain Sumber Daya Manusia telematika, Penelitian dan Pengembangan (R&D), dan pembinaan industri dalam negeri. Diharapkan redefinisi kelembagaan ini selain mempercepat proses untuk mewujudkan masyarakat informasi sesuai target WSIS, juga mampu melakukan penghematan sumber daya nasional.

sumber: http://kolom.pacific.net.id/ind/eddy_satriya/artikel_eddy_satriya/pentingnya_kelembagaan__dalam_pengembangan__telematika.html

Artikel Pengembangan Telematika

Perkembangan Telematika terjadi selama 3 periode yaitu periode rintisan, periode pengenalan dan periode aplikasi.
Periode rintisan berlangsung diakhir tahun 1970 sampai dengan akhir 1980. Pada tahun 1970 perkembangan telematika di Indonesia sangat terbatas karena perhatian yang minim dari pemerintah dan pasokan listrik yang terbatas pada saat itu. Sehingga Indonesia tidak perduli dengan perkembangan telematika. Memasuki tahun 1980, penggunaan teknologi telematika di Indonesia masih terbatas. Sarana kirim pesan seperti yang kita kenal saat ini yaitu email yang dirintis pada tahun 1980. Grup mailinglist (milis) tertua di Indonesia dibuat oleh Johhny Moningka dan Jos Lukuhay, yang mengembangkan perangkat “pesan” berbasis “unix”, “ethernet”, pada tahun 1983. Bersamaan dengan berdirinya internet sebagai protokol resmi di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun tersebut, muncullah istilah “unix”, “email”, “PC”, “modem”, “BBS”, “ethernet”, masih merupakan kata-kata yang sangat langka dalam telematika di Indonesia.Dan pada tahun 1980 juga TVRI menyiarkan teleconference yang terjadwal hampir sebulan sekali antara Presiden Soeharto di Jakarta dengan para petani diluar Jakarta. Sejak periode rintisan inilah beberapa orang di Indonesia belajar menggunakan telematika.
Perkembangan telematika di dunia saat ini sudah begitu pesat seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu teknologi. Perkembangannya pun dapat dengan mudah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di Indonesia, perkembangan telematika masih tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain. Cina misalnya, kini sudah jauh lebih naik dalam hal aplikasi komputer dan internet, begitupula Singapura, Malaysia, dan India yang jauh meninggalkan Indonesia. Masalah pemerintah yang belum serius, serta belum beresnya aturan fundamental adalah penyebab kekurangan tersebut. Keadaan ini merupakan realitas objektif yang terjadi di Indonesia sekarang, tidak termasuk wilayah yang belum tersentuh teknologi telematika, semisal Indonesia Timur yang masih terbatas pasokan listrik. Amat mungkin, beberapa bagian dari wilayah tersebut belum mengenal telematika. Istilah telematika pertama kali digunakan pada tahun 1978 oleh Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya L’informatisation de la Societe. Istilah telematika yang berasal dari kata dalam bahasa Perancis telematique merupakan gabungan dua kata: telekomunikasi dan informatika.
Telekomunikasi sendiri mempunyai pengertian sebagai teknik pengiriman pesan, dari suatu tempat ke tempat lain, dan biasanya berlangsung secara dua arah. ‘Telekomunikasi’ mencakup semua bentuk komunikasi jarak jauh, termasuk radio, telegraf/telex, televisi, telepon, fax, dan komunikasi data melalui jaringan komputer. Sedangkan pengertian Informatika (Inggris: Informatics) mencakup struktur, sifat, dan interaksi dari beberapa sistem yang dipakai untuk mengumpulkan data, memproses dan menyimpan hasil pemrosesan data, serta menampilkannya dalam bentuk informasi.
Jadi pengertian Telematika lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Yang termasuk dalam telematika ini adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet sendiri merupakan salah satu contoh telematika.
Tahun 2010, pembangunan industri telematika (telekomunikasi dan informatika) di Indonesia mengalami peningkatan dari tingkat konsumsi pengguna yaitu mencapai sekitar 10 sampai 20 persen dan diperkirakan akan terus meningkat. Nilai investasi perangkat komputasi (komputer) meningkat sekitar 20 persen, tetapi masih lebih rendah dibanding (investasi) telepon selular (ponsel) yaitu sekitar 30 persen. Teknologi perangkat portabel iPad, Skypad, dan pad-pad lainnya juga salah satu elemen teknologi telekomunikasi yang terus berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap kali pameran telematika di Indonesia, terutama Jakarta. Harga iPad dengan kekuatan teknologinya, data, foto, dan lain sebagainya dalam jumlah besar bisa sinergis dengan server yang disediakan provider. Teknologi pad-pad tersebut juga kian bersinergi dengan kekuatan teknologi antara lain wifi, GSM, dan lain sebagainya. Dari teknologi yang kian berkembang, kebutuhan masyarakat juga semakin meningkat. Penetrasi pelanggan ponsel sudah ratusan juta. Angka tersebut sudah setara, sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yaitu sekitar 230 juta. Dan yang lebih menggembirakan lagi, di berbagai daerah, bahkan daerah pelosok di Indonesia juga sudah banyak yang menggunakan alat komunikasi seperti handphone, internet, dan lain sebagainya.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia juga sangat jelas dibutuhkan mengingat kondisi geografis, yaitu lebih dari 17 ribu pulau. Sehingga dari kondisi tersebut, alat komunikasi dan informasi lebih dibutuhkan dibanding di negara dengan kondisi geografis daratan. Kepulauan Indonesia scattered (berpencar, tersebar) dan ukurannyajuga besar.

sumber: http://wyoeholic.wordpress.com/2010/10/06/artikel-perkembangan-telematika/

Pengertian dan Perkembangan Telematika

Apa sih sebenarnya Telematika itu ? Menurut Wikipedia Telematika adalah adalah singkatan dari Telekomunikasi dan Informatika. Istilah Telematika sering dipakai untuk beberapa macam bidang. Lalu apa benar hanya dari singkatan saja ? selanjutnya saya mencoba untuk menjelajahi dunia maya, mencari info tentang Telematika ini, dan didapatkan bahwa Telematika itu sendiri berasal dari bahasa Perancis TELEMATIQUE yang dapat berarti bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi.
Oke, disini sudah mulai jelas tentang dasar ilmu pengetahuan Telematika itu sendiri, yaitu perpaduan antara sistem jaringan komunikasi dengan jaringan informasi. Melihat dari apa yang disebutkan wikipedia sebelumnya bahwa Telematika adalah gabungan dari kata Telekomunikasi dan Informatika yang merupakan perpaduan konsep communication dan computing, Istilah Telematika juga dikenal sebagai “the new hybrid technology” karena lahir dari perkembangan teknologi digital.
Namun saat saya sedang dikelas pada pertemuan minggu kedua mata kuliah Telematika ini, Oleh Dosen kami di jelaskan bahwa Telematika itu merupakan perpaduan antara :
  • Tele    = Tele
  • Ma   = Multimedia
  • Tika  = Informatika
Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
Jadi sepanjang pengamatan saya yang awam ini, Telematika adalah ilmu pengetahuan dalam bidang komputer yang lebih meneekankan pada perpaduan antara bidang Telekomunikasi dan Komputerisasi.

Istilah telematika merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika.
Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1978 oleh Simon Nora dan Alain Minc dalam bukunya yang berjudul L'informatisation de la Societe.
Telematika menunjuk pada hakikat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekominikasi, media, dan informatika.

Menurut Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia, disebutkan bahwa teknologi telematika merupakan singkatan dari teknologi komunikasi, media, dan informatika. Senada dengan pendapat pemerintah, telematika diartikan sebagai singkatan dari tele = telekomunikasi, ma = multimedia, dan tika = informatika.


Telematika di masa lampau

Sejarah telematika mulai ditegaskan dengan digariskannya arti telematika pada tahun 1978 oleh warga Prancis. Mulai tahun 1970-an inilah Toffler menyebutnya sebagai zaman informasi.Namun demikian, dengan perhatian yang minim dan pasokan listrik yang terbatas, Indonesia tidak cukup mengindahkan perkembangan telematika.
Memasuki tahun 1980-an, perubahan secara signifikanpun jauh dari harapan. Walaupun demikian, selama satu dasawarsa, learn to use teknologi informasi, telekomunikasi, multimedia, mulai dilakukan. Jaringan telpon, saluran televisi nasional, stasiun radio nasional dan internasional, dan komputer mulai dikenal di Indonesia, walaupun penggunanya masih terbatas. Kemampuan ini dilatarbelakangi oleh kepemilikan satelit dan perekonomian yang meningkat dengan diberikannya penghargaan tentang swasembada pangan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) kepada Indonesia pada tahun 1984.
Setahun sebelumnya di Amerika Serrikat, tepatnya tanggal 1 Januari 1983, internet diluncurkan. Sejak ARPAnet (Advance Research Project Agency) dan NSFnet (National Science Foundation) digabungkan, pertumbuhan jaringan semakin banyak, dan pada pertengahan tahun, masyarakat mulai memandangnya sebagai internet.



Telematika di Indonesia dimasa lampau
Penggunaan teknologi telematika oleh masyarakat Indonesia masih terbatas. Sarana kirim pesan seperti yang sekarang dikenal sebagi email dalam suatu group, dirintis pada tahun 1980-an. Mailinglist (milis) tertua di Indonesia dibuat oleh Jhhny Moningka dan Jos Lukuhay, yang mengembangkan perangkat "pesan" berbasis "unix", "ethernet", pada tahun 1983[20], persis bersamaan dengan berdirinya internet sebagai protokol resmi di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun tersebut, istilah "unix", "email", "PC", "modem", "BBS", "ethernet", masih merupakan kata-kata yang sangat langka. Periode ini merupakan masa dimana beberapa orang Indonesia belajar menggunakan telematika, atau minimal mengetahuinya.
Tahun 1980-an, teleconference terjadwal hampir sebulan sekali di TVRI (Televisi Republik Indonesia) yang menyajikan dialog interaktif antara Presiden Suharto di Jakarta dengan para petani di luar jakarta, bahkan di luar pulau Jawa.

Telematika dimasa sekarang
Pada akhir abad 20, dua inovasi utama muncul hampir bersamaan: Internet dan Mobile Phones serta kemampuan komputer yang makin powerfull (miniaturisasi) sebagai enabling technology.
Mengubah “landscape” telekomunikasi dan membangun motivasi yg memicu pertumbuhan ekonomi secara dramatis. Dahulu, dial up menggunakan jaringan telepon tetap adalah satu-satunya media akses yang paling masuk akal agar perorangan dapat terhubung ke internet dari rumah atau kantor. Bahkan warnet-warnet pun banyak mengandalkan dial-up sebagai media koneksi Internet. Perusahaan penyedia jasa internet mulai tumbuh satu per satu. Indonet merupakan salah satu pelopor untuk hal ini yang kemudian diikuti oleh perusahaan jasa internet lainnya. Hingga suatu saat lahirlah TelkomNet Instan, di mana dengan model seperti ini pelanggan dengan lebih mudah untuk melakukan dial-up tanpa perlu melakukan registrasi. Kecepatan maksimal dari dial-up hanya 57 Kbps.

Telematika dimasa yang akan datang
Pertumbuhan fenomenal dlm dua bidang Telecom (mobile) dan Datacom (Internet) mengarah ke konvergensi dari dua area ini :
1. Internet-like services ingin diimplementasika pd mobile service
- Higher speed mobile network (2.5G, 3G) diperlukan.
2. Internet Protocol (IP) memp. peran strategis dlm pengembangan dan implementasi jaringan telekomunikasi (All IP-based core network).

Sistem kedepan harus memp. Karaktersitik sbb:
- All IP based core network
- Multi-access interoperability
- Menawarkan macam-macam teknologi akses ke terminal user dlm suatu arsitektur seamless network
- Multi-mode terminal
- Teknolgi akses berbeda terintegrasi dlm suatu platform common yg fleksibel dan expandable (software radio)
- Horizontal (intra-system) dan vertical (inter-system) handover.

sumber: http://gembel-it.blogspot.com/2010/10/apa-itu-telematika.html

Review Jurnal Nasional

MEMBENTUK PRIBADI MULIA MELALUI PENDIDIKAN NILAI:
Studi di SD Muhammadiyah Bodon Yogyakarta

Pengantar dan Tujuan
Dalam dasawarsa terakhir ini terjadi kecenderungan baru di mana kesadaran akan nilai mulai tumbuh kembali. Kecenderungan ini terjadi secara global dan dapat digambarkan sebagai suatu titik balik dalam perkembangan peradaban manusia. Di Indonesia mulai berkembang pendidikan dan pengajaran yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan aspek keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bersamaan dengan itu sekolah-sekolah berusaha menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya kesadaran nilai, moral dan keagamaan bagi peserta didiknya.
Refeleksi pendidikan kita hingga saat ini terkesan melebihkan unsur keilmuan secara duniawi dan melemahkan kadar spiritual sebagai pembentuk nilai atau moral dalam kepribadian para generasi muda. Seorang siswa dianggap berprestasi dan mendapat predikat pelajar teladan berdasarkan kepada nilai yang bagus pada mata pelajaran tertentu. Moralitas kemudian menjadi terabaikan dan dianggap sebagai suatu yang usang. Generasi bangsa menjadi pribadi yang meletakkan segala sesuatu tanpa berlandaskan nilai moral dan etika sosial kesantunan (Dimas Bagus Wiranata Kusuma, 2010). Apabila dilanjutkan terus berlanjut, niscaya generasi muda akan hidup dalam budaya hedonistis yang hampa akan nilai-nilai luhur yang melekat pada diri bangsa.
Melemahnya fungsi keluarga sebagai lingkungan pendidikan karena kesibukan orang tua diluar rumah, pertengkaran dalam rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian mengakibatkan kehampaan moral dalam perkembangan moral anak sehingga terjadi kelainan perilaku dalam bentuk kenakalan misalnya: perkelahian, penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan terlarang dan laon-lain. Untuk itu doperlukan perubahan paradigma dalam proses pendidikan dimana diperlukan kerjasama yang sinergis antara sekolah, keluarga dan masyarakat (Fullan, 1997:225) Upaya peningkatan moralitas bangsa melalui pendidikan sewajarnya dimulai sejak dini, yaitu pada masa anak-anak.
Dalam jurnal ini penulis mengambil contoh SD Muhammadiyah Bodon yang terletak di Desa Jagalan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah melaksanakan penanaman nilai-nilai ke-Islaman serta nilai-nilai lainnya dalam semua kegiatan pendidikan. Tujuannya agar hal ini mendapat apresiasi sehingga usaha dan peran semua pihak dalam upaya meningkatkan moralitas bangsa mendapatkan dukungan spiritual hingga dapat berhasil dengan baik.
Nilai berasal dari bahasa Inggris yaitu value yang diturunkan dari kata dalam bahasa Latin (valere) atau bahasa Perancis Kuno (valois) yang secara etimologis artinya berguna, mampu berdaya (Bertens, 2007). Nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik atau buruk tentang suatu hal, sedangkan arti denotatifnya antara lain dimaknai sebagai harga. Sementara itu moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos (jamak: mores) yang berarti kebiasaan dan adat. Secara etimologis kata moral berarti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Bertens, 2007: 7). Oleh karenanya moral merupakan standar tingkah laku yang dianggap baik, benar, adiluhung menurut kebudayaan masyarakat tertentu.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menemukan fakta dan fenomena yang sebenarnya, dimana peneliti sendiri sebagai instrumen.
Peneliti menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Data valid diperoleh dengan triangulasi, pengamatan lebih lama, analisis kasus negatif, dan referensi untuk memeriksa dan recheck.
Peneliti menggunakan metode analisis data interaktif oleh Miles dan Huberman untuk menganalisis data yang meliputi: reduksi data, display data dan kesimpulan.
Hasil
Hasilnya menunjukkan bahwa kepala sekolah, guru dan staf karyawan SD Muhammadiyah Bodon memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan nilai. Sebagai manajer, kepala sekolah merencanakan, mengorganisir dan mengevaluasi program. Guru mengambil peran sebagai pengajar nilai-nilai pendidikan, teladan atau model untuk pengajaran nilai-nilai, pengawas dan evaluator program pendidikan nilai, misalnya sebagai evaluator guru berperan sebagai hakim yang harus memutuskan apakah seorang siswa harus diberikan sanksi atau hukuman apa yang pantas diberikan ketika ketika seorang siswa melalukan pelanggaran.
Program pendidikan nilai pada SD Muhammadiyah Bodon dilaksanakan dengan model yang komprehensif yang terintegrasi dalam prapembelajaran, pembelajaran, ekstrakurikuler, dan acara tertentu. Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah adalah nilai-nilai keagamaan, kebersihan dan keindahan, kedisiplinan, sopan santun, dan kejujuran. Dampak dari pendidikan nilai pada kinerja siswa SD Muhammadiyah Bodon sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari prestasi mereka di berbagai kompetisi, seperti kompetisi kebersihan sekolah, kompetisi agama, lomba "batik" , lomba pidato Jawa dll. Faktor-faktor yang mendorong implementasi pendidikan nilai adalah: kemampuan baik sumber daya manusia, fasilitas sekolah, beberapa program yang berada di sejalan dengan nilai-nilai pendidikan, dan peran aktif dari elemen sekolah
Kesimpulan
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia terutama kualitas sikap, nilai dan moralitasnya. Pendidikan nilai yang dilakukan secara komprehensif sebagaimana dilaksanakan oleh SD Muhammadiyah Bodon yang memberikan pencerahan kepada harapan peningkatan kualitas moral bangsa Indonesai. Pendidikan nilai secara komprehensif merupakan alternative bagi kita untuk membawa perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. SD Muhammadiyah Bodon telah mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hal tersebut dapat dijadikan model bagi pelaksanaan pendidikan nilai de sekolah lain.
Keunggulan
Menurut saya keunggulan yang terdapat pada jurnal ini adalah adanya contoh langsung yang diimplementasikan dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tempat penelitian, sehingga pembaca lebih mudah memahami maksud penulis tersebut.
Keunggulan lain dalam jurnal ini adalah menjelaskan adanya peran dari semua komponen sekolah sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing, seperti Kepala Sekolah, guru, siswa, wali murid dan karyawan. Sehingga jelas untuk dijadikan contoh yang baik.
Kekurangan
Menurut saya kekurangan yang terdapat dalam jurnal ini adalah tidak dijelaskan tentang bagaimana guru dalam memotivasi siswa dalam melaksanakan pendidikan nilai di SD Muhammadiyah Bodon.