"OPEN
ENDED-INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS"
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Permasalahan
yang dihadapi di dunia pendidikan saat ini adalah berkurangnya minat anak
terhadap pelajaran matematika. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar anak mampu
menggunakan atau menangkap matematika yang dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lain. Dengan belajar matematika
diharapkan anak mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir
sistematis, kritis, jujur dan disiplin.
Pada
awal abad yang lalu, John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara
berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero (1988) mengartikan
berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau
memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami;
berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.
Menurut
Fraenkel (Tarwin, 2005: 8) tahapan berpikir terdiri dari :
1.
Tahapan berpikir konvergen, yaitu tahapan berpikir yang mengorganisasikan
informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar
2.
Tahapan berpikir divergen, yaitu tahapan berpikir dimana kita mengajukan
beberapa alternatif sebagai jawaban
3.
Tahapan berpikir kritis
4.
Tahapan berpikir kreatif, yaitu tahapan berpikir yang tidak memerlukan
penyesuaian dengan kenyataan
Dari
tahapan berpikir di atas, berpikir kritis berada pada tahap tiga.Ujung dari
berpikir kritis adalah berpikir kreatif yang merupakan tindak lanjut dari
berpikir kritis.Artinya untuk berpikir kreatif seseorang harus lebih dahulu
berpikir kritis.
Carole
Wade dan Carol Travis (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah
kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan
dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan
fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot.Berpikir
kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan
pertimbangan yang sehat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, masalah masalah dalam penelitian ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Perlunya
pengembangan kreativitas guru matematika dalam pembelajaran sehingga siswa
minat dengan matematika.
2. Dengan
belajar matematika diharapkan anak mampu memperoleh kemampuan yang tercermin
melalui berpikir sistematis, kritis, jujur dan disiplin.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat
begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan tersebut dengan memfokuskan pada kalangan anak usia dini.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, penulis mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk
pertanyaan:
1. Bagaimana
kemampuan berpikir kritis anak dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri
terbimbing dan pendekatan open ended?
2. Apakah
strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat
meningkatkan prestasi belajar anak dalam
pelajaran matematika?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian
yang penulis lakukan ini semoga bermanfaat bagi penulis sendiri, ataupun bagi
para pembaca atau pihak pihak lain yang berkepentingan.
1. Sebagai
bahan masukkan bagi peneliti lainnya dalam mengkaji masalah yang serupa.
2. Bagi
penulis sendiri yaitu sebagai sarana perluasan wawasan mengenai pembelajaran
matematika open ended dan pembelajaran inkuiri.
3. Sebagai
informasi bagi pihak yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan dan
pengembangan strategi pengajaran pada semua jenjang pendidikan.
BAB
II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Dengan
memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar
tidak terjadi salah penafsiran.
1. Berprikir
kritis
Berpikir
kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan
masyarakat manusia selalu dihadapkan pada masalah yang perlu dipecahkan.Untuk
memecahkan masalah tersebut agar keputusan yang dibuat logis dan tepat, maka
diperlukan berpikir kritis yang baik.
Karena
begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai tujuan utama
dari pembelajaran.Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting
dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan
ketelitian dan berpikir analitis (Watson dan Glaser (1980:1)).
Pendapat
tersebut sesuai pula dengan tujuan pembelajaran matematika di jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum
1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan
matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan
objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Menurut
Krulik dan Rudnick (1995: 2) penalaran meliputi berpikir dasar (basic
thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative
thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat dihubungkan dengan
berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek
dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi
atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan
menganalisis informasi, mengingat dan menganalisis informasi, menentukan masuk
akal tidaknya sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat
analitis dan refleksif.
Berpikir
kritis seringkali dibicarakan sebagai suatu kemampuan manusia yang sangat umum sehingga
menyentuh hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan,
Costa dan Ennis (dalam Marzano dkk., 1988) mendifinisikan berpikir kritis
sebagai suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat
membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan
tentang apa yang diyakini atau dilakukan.
Pengertian
yang lain diberikan oleh Ennis (1996) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah
proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang
kita percayai dan apa yang kita kerjakan.
Berpikir
kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari,
2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat
tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem
solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical
thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).
Sedangkan
pengertian berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah, menganalisis, dan
mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan
dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki
sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap
informasi tersebut dengan alasan yang tepat.
Dengan
demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam
kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik.Menurut
Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan
strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan,
pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.Hal ini sejalan
dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan
berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan
cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta
yang diketahui”.
Dari
uraian di atas tampak bahwa berpikir kritis berkaitan erat dengan argumen,
karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan
penarikan kesimpulan.Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis.Dalam
argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari
premis-premis yang ada.
Selanjutnya
bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir
kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat
disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan
berpikir kritis, yaitu :
(1)
Building Categories (Membuat Klasifikasi).
(2)
Finding Problem (Menemukan Masalah), dan
(3)
Enhancing the Environment (Mengkondusifkan lingkungan).
Disebutkan
pula bahwa beberapa “ciri khas” dari mengajar untuk berpikir kritis meliputi :
(1)
Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pebelajar,
(2)
Dengan mengajukan pertanyaan open-ended,
(3) Memberikan waktu
yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan
yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan
(4) Teaching for transfer
(Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap
situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).
2. Pendekatan
open-ended
Tujuan
pembelajaran menurut Nohda (2000) adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan
kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving yang simultan.
Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus
dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang
dapat digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir
dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh
dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa.
Suherman
(1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara
atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi
pembelajaran itu, umum atau khusus. Suherman (1993:221) menyatakan pula bahwa
pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan
dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut
Suherman dkk (2003) jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika
adalah:
a. Pendekatan
Konstruktivis
b. Pendekatan
pemecahan masalah matematika
c. Pendekatan
Open Ended
d. Pendekatan
realistik
Sama
halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika
pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang
pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang
kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).
Menurut
Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang
benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau
soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya
bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai
pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode
dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat
“keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara
dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang
mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam
kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara
atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan
berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Tujuan
dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124)
ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik
siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan
kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan
Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk
meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan
kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar
kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada
saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi
melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran
dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara
matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan
melalui berbagai strategi.
Dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu
jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek
berikut:
a. Kegiatan
siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan
siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan
siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
b. Kegiatan
matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik
adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman
nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c. Kegiatan
siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran
matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir
matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan
pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui
kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui
kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang
kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka
terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Yang selama ini muncul
di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika
yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan
masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah
hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak
keliru terhadap matematika.Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti,
prosedural, dan saklek.
Sementara itu,
masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak
tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran
matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini,
soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.
Secara sederhana, open
problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.Yakni open-ended
problems dan pure open problems.Untuk open-ended problems sendiri dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban
banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga
banyak jawaban.
3. Model
pembelajaran inkuiri
Menurut
Herdian (2010) sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk
menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di
sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil
manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera
penglihatan, pendengaran, pengecapan dan indera-indera lainnya.Hingga dewasa
keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak
dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala
didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi
pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.
Inkuiri
berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan.Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk
memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual
(kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika
berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara
untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Tujuan
dari pembelajaran setidak-tidaknya seorang guru menanamkan tiga domain, yakni,
kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domian itu secara langsung akan
tertanam pada setiap siswa yang mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh
karena itu, yang paling mendasar di pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk
berpikir, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan
pendidikan yang baru.Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran
penemuan, inkuiri atau induktif. Inkuiri, pada tingkat paling dasar dapat
dipandang sebagai proses menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan
berdasarkan fakta dan pengamatan. Siklus inkuiri terdiri dari kegiatan
mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori, baik secara
individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya.
Pada
prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan
pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan
untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia.Lebih jauh lagi dikatakan
bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan
juga keterampilan berpikir kritis.
Joyce
(Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi
timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas
dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2)
berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta
sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan
reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Selanjutnya
Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama
strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada
aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru
secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi
pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam
pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya
dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan
guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental,
akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
Sanjaya
(2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Orientasi
2. Merumuskan
masalah
3. Merumuskan
hipotesis
4. Mengumpulkan
data
5. Menguji
hipotesis
6. Merumuskan
kesimpulan
Pendekatan
inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru
terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada
siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
1. Inkuiri
Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan
inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa
melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu
diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan
tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi
siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.Dengan
pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari
guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini
siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik
melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan
masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada
dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai
dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan,
kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga
siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring
siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika.Di samping itu, bimbingan
dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya
proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat
mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh
siswa.
2. Inkuiri
Bebas (free inquiry approach).
Pada
umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar
dengan pendekatan inkuiri.Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan
siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan.Siswa diberi kebebasan
menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah
secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama
proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak
diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah
adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai
alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana
cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan
siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh
orang lain dari masalah yang diselidiki.
Sedangkan
belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu
yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu
yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk
menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang
diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan
setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan
membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4)
karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada
kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang
diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3. Inkuiri
Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach).
Pendekatan
ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri
sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas.
Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap
diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam
pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk
diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini
menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh
bimbingan.Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing
dan tidak terstruktur.
Dalam
pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa
berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat
menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak
langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.
Berdasarkan
pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,
penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan bahwa
penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap
peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum
berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam
taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri
terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.
Selain
itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai
diterapkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran
matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum
matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri
permasalahan yang akan dipelajari.
B. Hipotesis
Hipotesis
adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Berdasarkan
tujuan dan kegunaan penelitian, maka penulis mencoba untuk merumuskan hipotesis
yang akan diuji kebenarannya, apakah hasil penelitian akan menerima atau
menolak hipotesis tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara dari suatu masalah yang dikaji.
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian
ini dilaksanakan di kelas VII-7 SMP Negeri 12 Tangerang, dengan jumlah siswa 40
orang yang terdiri dari 22 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Waktu
pelaksanaan penelitian adalah mulai dari tanggal 21 juni-19 juli 2014.
B.
Metode
penelitian/cara penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan
menggunakan desain penelitian berbentuk “pretest-postest control group”.
Penelian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang pembelajarannya dengan
strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended dan kelas
yang pembelajarannya biasa. Sebelum mendapatkan perlakuan, dilakukan pretest
(tes awal) dan setelah mendapatkan perlakuan dilakukan postest (tes akhir).
Sementara itu, tujuan dilaksanakan pretest dan postest adalah untuk melihat
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Tes
Kemampuan Berpikir Kritis
Tes
kemampuan berpikir kritis yang digunakan berbentuk uraian. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, yang meliputi pretest dan
postest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis
siswa. Postest digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa
setelah mendapatkan perlakuan.
2. Angket
Angket
adalah jenis evaluasi yang berisi daftar pernyataan yang harus diisi oleh siswa
dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur aspek afektif siswa terhadap
pembelajaran yang diterapkan.
3. Lembar
Kerja Siswa
Observasi
ini digunakan oleh peneliti sekaligus guru sebagai alat bantu dalam
menganalisis dan merefleksi setiap tahapan tindakan pembelajaran untuk
merencanakan tindakan pembelajaran berikutnya bila tindakan yang sudah
dilakukan dinilai memiliki kekuarangan. Observasi sangat mendukung data pokok
yang mengungkap tingkat pemahaman siswa.
4. Jurnal
Harian Siswa
Jurnal
Harian Siswa ini bertujuan untuk mengetahui kesan, pesan, atau pun aspirasi
dari siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan.Jurnal ini diberikan
kepada masing-masing siswa setiap akhir pertemuan.
5. Angket
(Questionare)
Angket
adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang
yang akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul
data.Data tersebut berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan,
sikap, pendapat, mengenai sesuatu hal.
6. Lembar
Observasi
Lembar
observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta aktivitas siswa dan guru
selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dapat bersifat relatif karena
dapat dipengaruhi oleh subjektivitas observer.
7. Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk
mendapatkan informasi dari responden dengan tanya jawab. Wawancara ini
dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui kesan pembelajaran yang dilaksanakan
mengacu pada pedoman wawancara.Wawancara ini dilakukan setelah pembelajaran
berakhir.
D. Teknik Analisis Data
Pengumpulan
data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang berkaitan dengan
penelitian menggunakan instrumen berupa tes, jurnal harian siswa, angket,
lembar observasi, dan wawancara. Test berupa pretest dan postest diberikan
kepada kedua kelas eksperimen. Begitu pula dengan angket dan jurnal siswa
diberikan kepada kedua kelas eksperimen untuk melihat respon dan tanggapan
siswa terhadap pembelajaran matematika yang meliputi sikap terhadap matematika,
sikap terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended,
sikap terhadap penampilan guru dan sikap terhadap bahan ajar. Untuk menunjang
kebenaran dari jawaban siswa maka dilengkapi dengan lembar observasi yang diisi
oleh observer dan wawancara terhadap beberapa siswa.
BAB IV HASIL
PENELITIAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Setelah
peneliti melakukan penelitian pada kelas VII-7 di SMP Negeri 12 Tangerang,
peneliti mendapatkan hasil bahwa kedua kelas yang dilaksanakan pretest dan
posttest terlihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua
kelas tersebut.Pada kelas pertama, terlihat bahwa respon yang diberikan tidak
terlalu signifikan.Pada angket dan wawancara terhadap siswa dikelas pertama
terlihat sebagian besar dari mereka tidak memiliki minat dalam pelajaran
matematika karena mereka menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit
dipahami.Mereka juga menganggap bahwa guru yang mengajar matematika terkesan
“galak” dalam mengajar sehingga mereka enggan untuk bertanya.
Sedangkan
pada kelas kedua, terlihat respon yang cukup baik. Dari semua test yang
diberikan oleh peneliti, hampir semua siswa menganggap matematika seperti
pelajaran yang lainnya. Pelajaran yang mudah dimengerti jika kita ingin
memahaminya.
B. Kesimpulan
Jadi, kesimpulan yang dapat kita ambil
dari semua hasil penelitian yang telah dilakukan adalah bahwa pendekatan open
ended dan pembelajaran inkuiri terbimbing perlu diterapkan dalam pembelajaran
matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang
baik dalam Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat
menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis,
sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah,
baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
C. Saran
Sebaiknya
seorang guru menanamkan tiga domain, yakni, kognitif, afektif dan psikomotor
dan ketiga domian itu secara langsung akan tertanam pada setiap siswa yang
mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, yang paling mendasar di
pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan
menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru.
BAB V DAFTAR PUSTAKA
http://wewnatali.blogspot.com//2011/03/proposal-penelitian-pendidikan.html