Saturday, 25 January 2014

HASIL PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA



"OPEN ENDED-INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS"



BAB I PENDAHULUAN
     
A.    Latar belakang masalah
     

Permasalahan yang dihadapi di dunia pendidikan saat ini adalah berkurangnya minat anak terhadap pelajaran matematika. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar anak mampu menggunakan atau menangkap matematika yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lain. Dengan belajar matematika diharapkan anak mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir sistematis, kritis, jujur dan disiplin.
Pada awal abad yang lalu, John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero (1988) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.

Menurut Fraenkel (Tarwin, 2005: 8) tahapan berpikir terdiri dari :

1. Tahapan berpikir konvergen, yaitu tahapan berpikir yang mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar

2. Tahapan berpikir divergen, yaitu tahapan berpikir dimana kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban

3. Tahapan berpikir kritis

4. Tahapan berpikir kreatif, yaitu tahapan berpikir yang tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan

Dari tahapan berpikir di atas, berpikir kritis berada pada tahap tiga.Ujung dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif yang merupakan tindak lanjut dari berpikir kritis.Artinya untuk berpikir kreatif seseorang harus lebih dahulu berpikir kritis.

Carole Wade dan Carol Travis (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot.Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan pertimbangan yang sehat.


B. Identifikasi Masalah
    

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, masalah masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Perlunya pengembangan kreativitas guru matematika dalam pembelajaran sehingga siswa minat dengan matematika.
2.      Dengan belajar matematika diharapkan anak mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir sistematis, kritis, jujur dan disiplin.


C. Pembatasan Masalah
    

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan tersebut dengan memfokuskan pada kalangan anak usia dini.


D. Rumusan Masalah
   

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan:
1.      Bagaimana kemampuan berpikir kritis anak dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended?
2.      Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat meningkatkan  prestasi belajar anak dalam pelajaran matematika?


E. Tujuan Penelitian
    

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak.


F. Kegunaan Penelitian
   

Penelitian yang penulis lakukan ini semoga bermanfaat bagi penulis sendiri, ataupun bagi para pembaca atau pihak pihak lain yang berkepentingan.
1.      Sebagai bahan masukkan bagi peneliti lainnya dalam mengkaji masalah yang serupa.
2.      Bagi penulis sendiri yaitu sebagai sarana perluasan wawasan mengenai pembelajaran matematika open ended dan pembelajaran inkuiri.
3.      Sebagai informasi bagi pihak yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan dan pengembangan strategi pengajaran pada semua jenjang pendidikan.



BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
           A. Landasan Teori
               

Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran.

1.      Berprikir kritis
Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan masyarakat manusia selalu dihadapkan pada masalah yang perlu dipecahkan.Untuk memecahkan masalah tersebut agar keputusan yang dibuat logis dan tepat, maka diperlukan berpikir kritis yang baik.

Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran.Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis (Watson dan Glaser (1980:1)).

Pendapat tersebut sesuai pula dengan tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Menurut Krulik dan Rudnick (1995: 2) penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan menganalisis informasi, menentukan masuk akal tidaknya sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat analitis dan refleksif.

Berpikir kritis seringkali dibicarakan sebagai suatu kemampuan manusia yang sangat umum sehingga menyentuh hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan, Costa dan Ennis (dalam Marzano dkk., 1988) mendifinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.

Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis (1996) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan.

Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).

Sedangkan pengertian berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.

Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik.Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya.Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.

Dari uraian di atas tampak bahwa berpikir kritis berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan.Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis.Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada.

Selanjutnya bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, yaitu :
(1) Building Categories (Membuat Klasifikasi).
(2) Finding Problem (Menemukan Masalah), dan
(3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan lingkungan).

Disebutkan pula bahwa beberapa “ciri khas” dari mengajar untuk berpikir kritis meliputi :
(1) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pebelajar,
(2) Dengan mengajukan pertanyaan open-ended,
(3) Memberikan waktu yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan
(4) Teaching for transfer (Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).

2.      Pendekatan open-ended
Tujuan pembelajaran menurut Nohda (2000) adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving yang simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus. Suherman (1993:221) menyatakan pula bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Suherman dkk (2003) jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika adalah:
a.      Pendekatan Konstruktivis
b.      Pendekatan pemecahan masalah matematika
c.      Pendekatan Open Ended
d.      Pendekatan realistik

Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:

a.      Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

b.      Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.

c.      Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika.Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, prosedural, dan saklek.

Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.

Secara sederhana, open problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.Yakni open-ended problems dan pure open problems.Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga banyak jawaban.

3.      Model pembelajaran inkuiri
Menurut Herdian (2010) sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan dan indera-indera lainnya.Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan.Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Tujuan dari pembelajaran setidak-tidaknya seorang guru menanamkan tiga domain, yakni, kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domian itu secara langsung akan tertanam pada setiap siswa yang mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, yang paling mendasar di pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru.Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau induktif. Inkuiri, pada tingkat paling dasar dapat dipandang sebagai proses menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan berdasarkan fakta dan pengamatan. Siklus inkuiri terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya.

Pada prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia.Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

Selanjutnya Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Orientasi
2.      Merumuskan masalah
3.      Merumuskan hipotesis
4.      Mengumpulkan data
5.      Menguji hipotesis
6.      Merumuskan kesimpulan
Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
1.      Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika.Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2.      Inkuiri Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan.Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3.      Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach).
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan.Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari.

           
        B. Hipotesis
           

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Berdasarkan tujuan dan kegunaan penelitian, maka penulis mencoba untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya, apakah hasil penelitian akan menerima atau menolak hipotesis tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara dari suatu masalah yang dikaji.




BAB III METODOLOGI PENELITIAN

           A. Tempat dan Waktu
               

   Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-7 SMP Negeri 12 Tangerang, dengan jumlah siswa 40 orang yang terdiri dari 22 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Waktu pelaksanaan penelitian adalah mulai dari tanggal 21 juni-19 juli 2014.
           B.    Metode penelitian/cara penelitian
                 

   Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian berbentuk “pretest-postest control group”. Penelian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang pembelajarannya dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended dan kelas yang pembelajarannya biasa. Sebelum mendapatkan perlakuan, dilakukan pretest (tes awal) dan setelah mendapatkan perlakuan dilakukan postest (tes akhir). Sementara itu, tujuan dilaksanakan pretest dan postest adalah untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut.


           
           C. Instrumen Penelitian
               

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1.      Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tes kemampuan berpikir kritis yang digunakan berbentuk uraian. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, yang meliputi pretest dan postest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa. Postest digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan perlakuan.

2.      Angket
Angket adalah jenis evaluasi yang berisi daftar pernyataan yang harus diisi oleh siswa dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur aspek afektif siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.


3.      Lembar Kerja Siswa
Observasi ini digunakan oleh peneliti sekaligus guru sebagai alat bantu dalam menganalisis dan merefleksi setiap tahapan tindakan pembelajaran untuk merencanakan tindakan pembelajaran berikutnya bila tindakan yang sudah dilakukan dinilai memiliki kekuarangan. Observasi sangat mendukung data pokok yang mengungkap tingkat pemahaman siswa.

4.      Jurnal Harian Siswa
Jurnal Harian Siswa ini bertujuan untuk mengetahui kesan, pesan, atau pun aspirasi dari siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan.Jurnal ini diberikan kepada masing-masing siswa setiap akhir pertemuan.

5.      Angket (Questionare)
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data.Data tersebut berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat, mengenai sesuatu hal.

6.      Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dapat bersifat relatif karena dapat dipengaruhi oleh subjektivitas observer.

7.      Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan tanya jawab. Wawancara ini dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui kesan pembelajaran yang dilaksanakan mengacu pada pedoman wawancara.Wawancara ini dilakukan setelah pembelajaran berakhir.



           
            D. Teknik Analisis Data 
                  Pengumpulan data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang berkaitan dengan penelitian menggunakan instrumen berupa tes, jurnal harian siswa, angket, lembar observasi, dan wawancara. Test berupa pretest dan postest diberikan kepada kedua kelas eksperimen. Begitu pula dengan angket dan jurnal siswa diberikan kepada kedua kelas eksperimen untuk melihat respon dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika yang meliputi sikap terhadap matematika, sikap terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended, sikap terhadap penampilan guru dan sikap terhadap bahan ajar. Untuk menunjang kebenaran dari jawaban siswa maka dilengkapi dengan lembar observasi yang diisi oleh observer dan wawancara terhadap beberapa siswa.



BAB IV HASIL PENELITIAN
          A. Deskripsi Hasil Penelitian
              

  Setelah peneliti melakukan penelitian pada kelas VII-7 di SMP Negeri 12 Tangerang, peneliti mendapatkan hasil bahwa kedua kelas yang dilaksanakan pretest dan posttest terlihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut.Pada kelas pertama, terlihat bahwa respon yang diberikan tidak terlalu signifikan.Pada angket dan wawancara terhadap siswa dikelas pertama terlihat sebagian besar dari mereka tidak memiliki minat dalam pelajaran matematika karena mereka menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dipahami.Mereka juga menganggap bahwa guru yang mengajar matematika terkesan “galak” dalam mengajar sehingga mereka enggan untuk bertanya.
Sedangkan pada kelas kedua, terlihat respon yang cukup baik. Dari semua test yang diberikan oleh peneliti, hampir semua siswa menganggap matematika seperti pelajaran yang lainnya. Pelajaran yang mudah dimengerti jika kita ingin memahaminya.

          
          B. Kesimpulan
              

  Jadi, kesimpulan yang dapat kita ambil dari semua hasil penelitian yang telah dilakukan adalah bahwa pendekatan open ended dan pembelajaran inkuiri terbimbing perlu diterapkan dalam pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

          
           C. Saran 
               

  Sebaiknya seorang guru menanamkan tiga domain, yakni, kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domian itu secara langsung akan tertanam pada setiap siswa yang mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, yang paling mendasar di pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru.



BAB V DAFTAR PUSTAKA
         http://wewnatali.blogspot.com//2011/03/proposal-penelitian-pendidikan.html